Jalan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta, tentu saja sudah tidak asing di telinga. Inilah salah satu objek wisata yang terkenal dengan pusat perbelanjaan khasYogyakarta. Dari makanan, pakaian, pernak pernik, dan apapun tentang Yogya hadir disana. Tak heran bila Malioboro tak pernah sepi dari incaran pengunjung baik yang berwisata ataupun sekedar jalan-jalan.
Untuk menambah daya tarik wisatawan, kini Malioboro punya wajah baru. Pada Minggu (12/8), Malioboro memantapkan visi misinya untuk menjadi ruang publik terbuka dan toleran bagi pengunjung. Malioboro pun akan mencerminkan wajah aslinya kembali seperti tahun 1977 silam.
Dalam acara launching acara wajah baru Malioboro, Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, wajah baru adalah menjadikan Malioboro sebagai kawasan bersih, tertib, dan nyaman.
“Berbagai persoalan Malioboro seperti ketidaknyaman, semrawut, kemacetan, kebersihan, dan lainnya mulai akan diperbaiki secara sungguh-sungguh. Wajah asli Malioboro akan dikembalikan lagi sehingga pengunjung benar-benar merasa nyaman bila datang ke sini,” kata Haryadi.
Untuk permak wajah ini, Malioboro ditata secara vertikal dan horizontal. Penataan vertikal menyangkut pengembalian wajah bangunan budaya asli dengan membersihkan papan reklame melintang. Hal ini bertujuan menampilkan kembali serta melestarikan cagar budaya bangunan bergaya Hindis dan China yang jumlahnya mencapai puluhan.
Penataan horizontal berkaitan dengan penataan jalur lambat dan infrastruktur jalan untuk memperluas pemandangan. Berkaitan dengan keberadaan jalur lambat, mulai saat ini kecepatan kendaraan yang melintas Malioboro dibatasi maksimal 30 km/jam .
Sementara itu, untuk penataan infrastruktur dilakukan dengan penghilangan pot-pot tanaman dengan tanaman kecil dan memperbanyak zebra cross untuk akses pejalan kaki.
“Malioboro memiliki icon baru yakni ramah untuk pejalan kaki. Dengan demikian, kesempatan pengunjung untuk menikmati Malioboro lebih lama bisa terwadahi. Pengunjung tidak perlu lagi takut terhadap ancaman kemacetan,” kata Haryadi.
Penataan ini akan dilakukan secara bertahap dengan tahap pertama dilakukan hingga Jl. Dagen. Untuk selanjutnya, seluruh stakeholder harus melaksanakan komitmen bersama untuk mengembalikan wajah asli Malioboro. Sebagai contoh, pemilik toko di sepanjang Malioboro yang menempati bangunan lama secara sadar harus menurunkan reklamenya.
Istimewanya lagi, penataan wajah baru ini juga dibarengi dengan diresmikannya seragam khas Yogyakarta. Seragam khas ini merupakan perbaduan antara kain lurik dan batik. Seragam ini nantinya akan digunakan oleh semua stakeholder yang ada di Yogyakarta baik pelaku wisata maupun pejabat pemerintahan.
Gubernur DIY Sri Sultan Hemengkubuwono X menyambut baik penataan wajah baru Malioboro ini karena mampu melestarikanicon sebagai kota budaya akan tetap terjaga.
Sultan berharap penataan selalu berbasis pada pembangunan berwawasan lingkungan. Untuk itulah tanaman-tanaman kecil di sepanjang Malioboro perlu diperbanyak. Bahkan tak hanya sekedar tanaman, namun tanaman dengan filosofi tersendiri.
Malioboro masa lalu
Budayawan Sutaryo bercerita sedikit tentang wajah lama Maliboro. Pada tahun 1970an, Malioboro memang benar-benar mencerminkan khas Yogyakarta. Setiap malam, seniman Yogyakarta akan berkumpul di emperan untuk berkreativitas. Waktu itu pula belum banyak bisnis berkembang. Jalanannya pun masih bersih dan belum ada kemacetan.
“Tidak bisa dipungkiri dengan berkembangnya zaman, Malioboro akan berubah. Meski perubahan itu ada, Malioboro tetap memperhatikan aspek sosio kultural,” katanya.
Mengembalikan wajah asli Malioboro memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu kesadaran seluruh stakeholder untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan yang bersih, nyaman, dan ramah lingkungan.